menu

. .
. . .

Total Tayangan Halaman

Jumat, 25 September 2015

perbedaan nu dan muhammadiyah dalam islam

NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi islam di Indonesia. Sama-sama memiliki basis massa yang besar, pemahaman yang sedikit tidak sama, berkiprah dalam bidang politik bisa ya bisa tidak (lebih cenderung ya). Secara tidak langsung 2 organisasi ini membagi muslim Indonesia menjadi 2 (bagi yang cuwek tidak termasuk).
Tulisan ini tidak untuk membandingkan keduanya, tidak juga untuk mencari perbedaan antara Muhammadiyah dan NU (Muhammadiyah saya sebut di awal karena memang lahir lebih dulu, bagi yang NU tidak perlu protes).

Sejarah Berdirinya Muhammadiyah 
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.

Bidang Akidah
Akidah merupakan dasar pokok keyakinan beragama. Oleh sebab itu ia menjadi titik awal dalam bahasan tentang keimanan.
Pambahasan akidah ini umumnya meliputi persoalan sebagai berikut ;
  1. Ilahiyyah,yaitu segala hal yang membahas tentang ilah (Allah) seperti wujud Allah ,kehendak Allah,ketentuan Allah.
  2. Nubuwwah, yaitu pembahasan mengenai segala sesuatu yang berkenaan dengan nabi dan Rasul,termasuk pembahasan mengenai kitab-kitab Allah,dan mukjizat.
  3. Ruhaniyyah, yaitu pembahasan yang berhubungan dengan alam metafisik,
  4. Syam’iyah,yaitu pembahasan tentang segala yang dapat diketahui lewat syam’i(mendengar berita dari dalil naqli berupa Al-qur’an dan sunah Rasul.
Secara histories aqidah islam yang berkembag dikalangan umat islam ada dua kelompok ;
  1. Aqidah salaf,aqidah yang dibangun semata-mata berdasarkan wahyu,yaitu Al-qur’an dan as-sunnah,tanpa ada tambahan filosofis.
  2. Aqidah islam yang dibangun atas campur tangan pemikiran fikosofik. 

Sejarah Berdirinya NU
Nahdlatul Ulama (NU), adalah sebuah organisasi Islam yang terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Paham keagamaan
NU menganut paham Ahlussunah waljama’ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur’an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi’i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

Perbedaan NU dan Muhammadiyah
Muhammadiyah dan NU adalah organisasi, bukan masalah fiqh. Hanya dalam konteks Indonesia, Muhammadiyah dan NU adalah mewakili 2 golongan besar umat Islam secara fiqh juga. Muhammadiyah mewakili kelompok “modernis” (begitu ilmuwan menyebut), yang sebenarnya ada beberapa organisasi yang memiliki pandangan mirip seperti Persis (Persatuan Islam), Al-Irsyad, Sumatra Tawalib. Sedang NU (Nahdhatul Ulama) mewakili kelompok “tradisional”, selain Nahdhatul Wathan, Jami’atul Washliyah, Perti, dll.
Di sisi lain NU (Nahdhatul Ulama, didirikan antara lain oleh KH Hasyim Asy’ari, 1926), lahir untuk menghidupkan tradisi bermadzhab, mengikuti ulama. Sedikit banyak kelahiran Muhammadiyah memang memicu kelahiran NU. Berbeda dengan Muhammadiyah, pengaruh NU sangat nampak di kalangan pedesaan.
Kedua organisasi memiliki berbagai perbedaan pandangan. Dalam masyarakat perbedaan paling nyata adalah dalam berbagai masalah furu’ (cabang). Misalnya Muhamadiyah melarang (bahkan membid’ahkan) bacaan Qunut di waktu Shubuh, sedang NU mensunahkan, bahkan masuk dalam ab’ad yang kalau tidak dilakukan harus melakukan sujud syahwi, dan berbagai masalah lain

Kamis, 09 Juli 2015

Sebaik baik pakaian adalah takwa

QS. Al-A'raf : 26 (Pakaian Takwa)

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

"Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah sebagai perhiasan. Sedangkan pakaian takwa itulah yang lebih baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat." (Qs. al-A'raf: 26)

Ibnu Jarir ath-Thabari mengomentari ayat ini dengan berkata, "'Pakaian takwa' adalah Anda senantiasa merasakan ketakwaan kepada Allah, dengan menjauhi segala larangan dan kemaksiatan, serta menjalankan ketaatan kepada-Nya. Ini berarti mengharuskan Anda untuk menyatukan antara iman, amal shalih, sifat malu, dan takut kepada Allah, serta berperilaku yang terpuji. Hal ini dikarenakan, orang yang bertakwa kepada Allah pastilah menjalankan perintah, takut dari siksa, dan senantiasa merasakan pengawasan-Nya.

Ia merasa malu bila Allah menyaksikan dirinya bergelimang dalam kemaksiatan. Bila Anda demikian ini adanya, niscaya efek baik ketakwaan ini tampak pada diri Anda. Penampilan Anda menjadi anggun nan menawan, perilaku Anda terpuji, serta wibawa dan cahaya iman akan memancar dari raga Anda." (Tafsir ath-Thabari: 12/371)

Minggu, 28 Juni 2015

Definisi Fasiq

Kata fasiq berasal dari bahasa Arab ‘Al-Fisq’ atau ‘Al-Fusuq’ yang bermakna keluarnya sesuatu dari sesuatu yang lain dalam keadaan rusak. Adapun dalam pengertian syariat maka artinya adalah keluar dari ketaatan.

Ketaatan yang dimaksud mencakup segala perbuatan, baik yang bila ditinggalkan menyebabkan kufur atau jika ditinggalkan tidak menyebabkan kufur.

Dari sini kefasiqan dibagi menjadi dua:
1. Kefasiqan akbar (besar) yang bersifat kulli (menyeluruh). Artinya keluar dari Islam secara keseluruhan dan ini sama dengan kufur. Sehingga orang kafir bisa disebut fasiq dalam pengertian ini.
Sebagai contoh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan sungguh Kami telah turunkan kepadamu ayat-ayat yang nyata dan tidaklah mengkafirinya kecuali orang-orang yang fasiq.” (Al-Baqarah: 99)
Seseorang masuk dalam kategori ini jika melakukan salah satu bentuk kufur besar.

2. Kefasiqan ashghar (kecil) yang bersifat juz’i (sebagian). Artinya keluar dari sebagian ajaran Islam dengan cara melakukan dosa besar. Dari pengertian ini seorang mukmin yang melakukan dosa besar disebut fasiq atau Al-Fasiqul Milli (orang fasiq yang masih dalam agama Islam) atau Mu’min Naqishuh Iman (mukmin yang imannya kurang) atau Mu’min bi Imanihi Fisiq bi Kabiratihi (mukmin dengan imannya, fasiq dengan dosa besarnya).
Sebagai contoh Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang menuduh (berzina) wanita-wanita yang menjaga kehormatannya lalu tidak mendatangkan empat saksi maka cambuklah mereka delapan puluh cambukan dan jangan kalian terima persaksian mereka selama-lamanya dan mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (An-Nur: 4)

Contohnya juga dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Mencela seorang muslim itu adalah kefasiqan…” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)

Harus dipahami bahwa perbuatan menuduh seperti disebutkan dalam ayat di atas dan juga mencela bukan termasuk perbuatan kufur tapi termasuk dosa besar. Oleh karenanya, mereka yang melakukan perbuatan tersebut masih muslim walaupun disebut fasiq atau yang lain sebagaimana di atas.

Yang pertama dihisab adalah amal sholat

Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسَرَ فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : انَظَرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكْمَلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ ” . وَفِي رِوَايَةٍ : ” ثُمَّ الزَّكَاةُ مِثْلُ ذَلِكَ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ حَسَبَ ذَلِكَ
“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.

Minggu, 21 Juni 2015

TABAYYUN

Sikap Tabayyun Sebagai Akhlaq Mulia Seorang Muslim


                   

                                                         

(11) إِنَّ الَّذينَ جاؤُو بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَ الَّذي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذابٌ عَظيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang datang membawa berita bohong itu adalah golongan kamu juga. Janganlah kamu kata bahwa perbuatan mereka itu membawa akibat buruk bagi kamu, bahkan itu adalah mem­baikkan. Setiap orang akan men­dapat hukuman dari sebab dosa yang dibuatnya itu. Dan orang yang mengambil bagian terbesar akan mendapat siksaan yang besar pula.

(12) لَوْلا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَ الْمُؤْمِناتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْراً وَ قالُوا هذا إِفْكٌ مُبين
Mengapa setelah mendengar berita-berita bohong itu orang­orang yang beriman, baik laki laki ataupun perempuan, tidak meletakkan sangka yang baik terhadap dirinya, mengapa tidak mereka katakan bahwa berita itu adalah bohong belaka?

(13) لَوْلا جاؤُو عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَداءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَداءِ فَأُولئِكَ عِنْدَ اللهِ هُمُ الْكاذِبُون
Mengapa mereka menuduh tetapi tidak mengemukakan empat orang saksi; kalau mereka tidak mengemukakan saksi-saksi itu, mereka adalah pembohong belaka dalam pandangan Allah

(14) وَلَوْلا فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَ رَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيا وَ الْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فيما أَفَضْتُمْ فيهِ عَذابٌ عَظيمٌ
Kalau bukanlah kemurahan Tuhan Allah dan kasih rahmat­Nya kepada kamu di atas dunia ini dan di akhirat kelak, niscaya kamu akan ditimpa oleh azab yang amat besar karena berita yang kamu siarkan itu.

(15) إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَ تَقُولُونَ بِأَفْواهِكُمْ ما لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَ تَحْسَبُونَهُ هَيِّناً وَ هُوَ عِنْدَ
اللهِ عَظيمٌ
Ketika kamu sambut berita itu dari lidah ke lidah, kamu katakan dengan mulutmu perkara yang sama sekali tidak kamu ketahui; kamu sangka bahwa cakap ­cakap demikian perkara kecil saja, padahal dia adalah perkara besar pada pandangan Allah

(16)        وَلَوْلا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ ما يَكُونُ لَنا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهذا سُبْحانَكَ هذا بُهْتانٌ عَظيم
Alangkah baiknya ketika kamu mendengar berita itu kamu kata­kan saja: Tidak sepatutnya kami membicarakan berita bohong ini. Amat Suci Engkau ya Tuhan, berita ini adalah bohong besar belaka !

(17)         يَعِظُكُمُ اللهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَداً إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنينَ
Tuhan memberi pengajaran bagi kamu, supaya jangan meng­ulangi lagi perbuatan seperti itu buat selama-selamanya. Kalau betul kamu mengakui beriman.

(18)         وَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ الْآياتِ وَ اللهُ عَليمٌ حَكيمٌ
Dan telah dijelaskan oleh Tuhan ayat-ayatNya kepada kamu! Dan Tuhan Allah adalah Maha Me­ngetahui dan Maha Bijaksana.



]وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً[

Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya. (QS al-Isrâ’ [17]: 36).
Seorang muslim merupakan cerminan tentang agama yang dianutnya, artinya bahwa agama Islam akan menjadi baik, memiliki citra yang baik dimata seluruh kaum muslimin, apalagi di mata orang-orang beragama non muslim, bilamana akhlaq pemeluk agama tersebut sangat baik. Dan begitupun sebaliknya.
Namun kadang dalam kehidupan internal ummat Islam terjadi perselisihan antar sesama dan bahkan berakibat kepada perpecahan. Saling tuduh, saling fitnah, saling memerangi, dan saling membunuh. Hal tersebut seringkali disebabkan masing-masing pihak kurang dapat mengendalikan diri, dan kurang mampu menyaring informasi yang mereka dapat dari pihak lain.
Allah SWT berfirman dalam al Quran surat al Hujurat ayat 6 ; 

يَأُيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيْبُوا قَومًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan menyesal atas perbuatanmu itu.”

Perintah tabayyun atau mendalami masalah, merupakan peringatan, jangan sampai umat Islam melakukan tindakan yang menimbulkan dosa dan poenyesalan akibat keputusannya yang tidak adil atau merugikan pihak lain. Di dalam al Qur’an, perintah tabayyun juga terdapat pada QS. al Hujurat :6.
Dalam ayat tersebut tersirat suatu perintah Allah, bahwa setiap mukmin, yang sedang berjihad fi sabilillah hendaknya bersikap hati-hati dan teliti terhadap orang lain. Jangan tergesa-gesa menuduh orang lain, apalagi tuduhan itu diikuti dengan tindakan yang bersifat merusak atau kekerasan. Terhadap mereka yang mengucap ”Assalamu’alaikum” atau ”la ilaha illallah”, misalnya, yaitu ucapan yang lazim dalam Islam, terhadap orang tersebut tidak boleh dituduh ”kafir”, sekalipun ucapan itu hanya dhahirnya. Ini hanya sekedar contoh, di mana kita tidak boleh gegabah dalam mensikapi orang lain.


Pengertian lebih mendalam dari tabayyun adalah melakukan penelitian. Yaitu suatu kegiatan yang berupaya mendalami dan memecahkan suatu persoalan dengan menggunakan metode ilmu pengetahuan. Ciri metodologi yang lazim dalam dunia ilmu pengetahuan bisa sebutkan di sini:
1.  Rasional; berpijak pada cara berpikir rasional.
2.  Obyektif; apapun yang ditelaah atau kaji harus sesuai dengan objeknya.
3.  Empiris; obyek yang dikaji merupakan realitas atau kenyataan yang dialami manusia.
4.  Kebenaran atau simpulannya bisa diuji. Bahwa kebenaran teori-teori atau hukum yang      diperoleh melalui proses analisa, harus sanggup diuji oleh siapa saja.
5.  Sistematis, semua unsur dalam proses kajian harus menjadi kebulatan yang konsisten.
6.  Bebas; dalam penganalisaan fakta-fakta, seseorang harus dalam keadaan bebas dari segala tekanan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan pihak tertentu.
7.  Berasas manfaaf; kesimpulannya harus bersifat umum dan bisa dimanfaatkan oleh siapa saja yang berkepentingan dalam dakwah.
8.  Relatif; apa yang ditemukan atau ynng disimpulkan tidak dimutlakkan kebenarannya, dalam arti memungkinkan untuk diuji oleh temuan berikutnya atau temuan orang lain

Melakukan tabayyun dalam arti penelitian tersebut sudah lama melekat dalam tradisi keilmuan Islam. Sejarah kebudayaan Islam, yang diwarnai oleh temuan para sarjana-sarjana muslim macam Al Faraby, Al Khawarizmi, Ibn Khaldun, Imam Gazali, dan banyak lagi para ilmuwan abad pertengahan, telah mengembangkan model-model riset seperti itu. Ibnu Khaldun adalah yang kemudian membagi model-model riset menurut Islam, seperti berikut:
1.  Riset Bayani; yakni penelitian yang ditujukan untuk mengenali gejala alam dengan segala gerak-gerik dan prosesnya. Misalnya, mengenai kenapa kupu-kupu berwarna-warni; kenapa ikan terdiri bergaman jenis dan bagaimana cara hidup dan pola makananya.
2.  Riset Istiqra’i: Yaitu penelitian yang ditujukan untuk mencari kejelasan pola-pola kebudayaan dan kehidupan sosial manusia. Ini yang kemudian berkembang menjadi riset ilmu sosial.
3.  Riset Jadali: yakni riset yang dimaksudkan untuk mencari hakekat atau kebenaran yang didasarkan oleh cara berpikir rasional (rasionale exercise). Di sana biasa digunakan ilmu mantiq dan filsafat.
4.  Riset Burhani: yakni riset untuk tujuan eksperiman. Misalnya atas temuan obat tertentu, dilakukan tes di laboratorium. Contoh lain, mencobakan metode baru dalam pembelajaran terhadap siswa-siswa sekolah.
5.  Riset Irfani: riset yang secara spesifik menjelajah hakekat ajaran Islam. Pada gilirannya menghasilkan ilmu tasawuf.

Adab Ketika Datang Berita


Perlu dimaklumi bahwa berita yang kita dengar dan kita baca tidak mesti semuanya benar. Terlebih lagi kita hidup pada zaman yang banyak terjadi fitnah, hasud, ambisi kedudukan, bohong atas nama ulama, baik itu dilakukan melalui internet, koran, majalah maupun media masa lainnya. Berita ini bukan hanya merusak kehormatan manusia, akan tetapi merusak ajaran Islam dan pemeluknya.

Sikap yang benar yang harus dilakukan agar kita tidak terpancing oleh berita fitnah ialah sebagaimana ajaran Islam membimbing kita, di antaranya:
Tidak semua berita harus kita dengar dan kita baca, khususnya berita yang membahas aib dan membahayakan pikiran.
Tidak terburu-buru dalam menanggapi berita, akan tetapi diperlukan tabayyun dan pelan-pelan dalam menelusurinya.

Rosululloh sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“التاني من الله والعجلّة من الشيطان”

“Pelan-pelan itu dari Alloh, sedangkan terburu-buru itu dari setan.” (Musnad Abu Ya’la: 7/247, dishohihkan oleh al-Albani: 4/404)

Al-Imam Hasan al-Bashri rahimahulloh berkata: “Orang mukmin itu pelan-pelan sehingga jelas perkaranya.”[4]

Syaikh Sholih Fauzan hafidzahullah berkata: ”Hendaknya kita pelan-pelan dalam menanggapi suatu perkataan, tidak terburu-buru, tidak tergesa-gesa menghukumi orang, hendaknya tabayyun. Sebagaimana firman Alloh ‘Azza wa Jalla dalam QS. al-Hujurot[49]: 6 dan QS. an-Nisa[4]: 94.” (al-Muntaqo min Fatawa al-Fauzan: 3/25)
Waspada terhadap pertanyaan yang memancing, karena tidak semua penanya bermaksud baik kepada yang ditanya, terutama ketika menghukumi seseorang. Oleh karena itu tidak semua pertanyaan harus dijawab. Bahkan menjawab ‘saya tidak tahu’ adalah separuh dari pada ilmu. (Hasyiyatul Utsuluts Tsalatsah: 1/118 oleh Abdurrohman bin Muhammad an-Najdi)
Hendaknya waspada menanggapi berita pelecehan kepada ulama Sunnah.

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahulloh berkata: “Sesungguhnya sebagian manusia kadang kala salah dalam memahami perkataan ulama, dan kadang kala seorang ulama memahami pertanyaan tidak seperti maksud penanya, lalu dia pun menjawab sesuai dengan yang dia pahami. Kemudian penanya ini menyebarkan perkataan yang tidak benar. Betapa banyak perkataan yang dinisbahkan kepada para ulama yang mulia, akan tetapi tidak ada dasarnya. Oleh karena itu wajib bagi kita meneliti perkataan orang yang memindah fatwa ulama atau bukan ulama terutama pada zaman sekarang, di mana hawa nafsu dan fanatik golongan menyebar, sehingga manusia berjalan bagaikan buta mata.” (Tafsirul Qur’an oleh Ibnu Utsaimin:7/17)
Hendaknya waspada mendengar berita yang disebarkan oleh pihak yang berprasangka buruk. Alloh ‘Azza wa Jalla menyuruh kita agar berbaik sangka dan menjauhi buruk sangka. (Baca QS. al-Hujurot [49]: 12).

Rosululloh sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ايّاكم والظنّ فانّ الظنّ اكذب الحديث

“Jauhilah dirimu dari persangkaan, maka sesungguhnya persangkaan itu sedusta-dustanya perkataan.” (HR. al-Bukhori: 5144)
Jauhilah berita yang bersumber dari peng-ghibah dan pemfitnah.

Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Penyebab orang itu memfitnah adakalanya karena ingin berbuat jelek kepada orang yang difitnah, atau ingin menampakkan kesenangan kepada yang diberi kabar, atau untuk mendengarkan cerita atau obrolan perkara yang batil. Ini semua adalah haram, maka haram bagi kita membenarkan orang yang membawa berita untuk memfitnah dengan cara apa pun, karena pemfitnah adalah orang fasiq yang wajib ditolak kesaksiannya.”[5]

Ada orang yang datang kepada Amirul mukminin, Umar bin Abdul Aziz rahimahullah, dia menjelaskan kejelekan orang lain, lalu Umar rahimahullah berkata: “Jika kamu mau, kami akan periksa dahulu berita darimu ini, jika kamu pendusta maka kamu di dalam QS. al-Hujurot: 6, dan jika kamu benar maka kamu termasuk firman Allah ‘Azza wa Jalla:
هَمَّازٍ۬ مَّشَّآءِۭ بِنَمِيمٍ۬

“Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah. ”(QS. al-Qolam [68]: 11)

Jika kamu mau, aku maafkan kesalahanmu.” Lalu orang itu berkata: “Saya memilih dimaafkan wahau Amirul Mukminin dan saya tidak akan mengulangi perkataan ini lagi.” (Nihayatul Arbi fi Fununil ‘Adab: 1/347)

Subhaanallaah! Betapa indahnya para penuntut ilmu pemula pada zaman ini bila mau mengambil faedah dari ulama yang mulia ini, sebuah nasihat emas yang bermanfaat untuk umat.
Waspadalah dari berita orang yang mengumbar lisannya tanpa ilmu dan tidak takut dosa. Orang Islam hendaknya tidak membicarakan sesuatu yang dia tidak tahu perkaranya, karena Allah ‘Azza wa Jalla mengancam orang yang berbuat dan berbicara tanpa ilmu. (Baca QS. al-Isro’[17]: 36 dan QS. al-A’rof [7]: 33)
Waspadalah berita yang disebarkan penyembah hawa nafsu dan fanatik golongan. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Ayat ini menunjukkan bahwa manusia wajib meneliti berita terutama yang disampaikan oleh penyembah hawa nafsu dan fanatik golongan atau perorangan. Jika berita datang dari orang yang kurang dipercaya, maka wajib diteliti dan jangan terburu-buru dalam menghukuminya padahal berita itu dusta, maka kamu akan menyesal. Dari sinilah datang dalil ancaman keras bagi orang yang menggunjing, yaitu menukil sebagian perkataan orang yang bermaksud merusak orang lain. Rosulullah sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا يدخل الجنة فتّات

“Tidaklah masuk Surga orang yang pemfitnah.”(Tafsir Ibnu Utsaimin: 7/16)

Tafsir surat tentang tabayyun

Tafsir Surah Al-Hujurat ayat 6: Pedoman buat orang-orang yang beriman



يَأُيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيْبُوا قَومًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

"Wahai orang-orang beriman! Jika datang kepadamu orang fasik yang membawa sesuatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum kerana kebodohan(kejahilan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu."

Surah ini diturunkan di Madinah yang mana sebahagian ulamak memberi nama lain bagi surah al-Hujurat ialah surah al-Akhlak.

Ayat ini diturunkan apabila diriwayatkan dalam satu hadith: Setelah perang Bani Mushthaliq dinyatakan selesai, Rasulullah saw membahagi-bahagikan ghanimah(harta rampasan perang) dan tawanan kepada kaum muslimin. Tawanan itu diserahkan untuk menjadi hamba. Tawanan yang menjadi hak Rasulullah adalah Juwairiyah, anak pemimpin Bani Musthaliq. Dan Rasulullah saw tidak menjadikan Juwairiyah sebagai hamba, tetapi Rasulullah menikahinya. 

Tindakan Rasulullah ini mendorong para shahabat kemudian membebaskan para budak yang berasal dari Bani Mushthaliq. Dan di sisi lain, tindakan Rasulullah saw menikahi Juwairiyah binti al-Harits ini membuat al-Harits bin Dirar merasa mendapatkan penghormatan yang sangat tinggi. Maka ketika al-Harits ini mengunjungi Rasulullah saw, beliau mengajaknya untuk masuk Islam. Berbeza dengan sikap sebelumnya, al-Harits mudah saja untuk menerima tawaran Rasulullah saw untuk masuk Islam.
Sesudah masuk Islam Rasulullah saw memerintahkan al-Harits untuk mengajak kabilahnya masuk Islam dan membayar zakat. Al-Harits pun menyatakan kesediaan dan kesanggupannya. Kepada Rasulullah, Al-Harits menyatakan, “Saya akan pulang ke kampung saya untuk mengajak orang untuk masuk Islam dan membayar zakat dan bila sudah sampai waktunya, kirimkanlah utusan untuk mengambilnya.” 

Namun ketika kaum Bani Musthaliq sudah menerima Islam, dan zakat sudah banyak dikumpulkan sedang waktu yang disepakati oleh Rasul untuk mengambil zakat telah tiba, ternyata utusan beliau belum juga datang. Maka Al-Harits merasa bimbang kalau-kalau ada sesuatu yang tidak berkenan di hati Rasulullah saw. yang menyebabkan beliau tidak kunjung mengirimkan utusan. Al-Harits bimbang kalau persoalan ini akan memberi persepsi buruk terhadapnya dan kaumnya.

Setelah melalui musyawarah dengan tokoh-tokoh Bani Musthaliq, al-Harits merasa harus berjumpa Rasulullah saw, bukannya menanti kedatangan utusan beliau yang akan mengambil zakat. Dan keberangkatan ke Madinah dipimpin sendiri oleh al-harits dan diikuti oleh serombongan tokoh bani Musthaliq, untuk menyerahkan zakat itu kepada Nabi.

Sementara itu, dalam waktu yang hampir bersamaan Rasulullah saw. mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat yang telah dikumpulkan al-Harits. Di tengah Jalan al-Walid melihat al-Harits beserta sejumlah orang berjalan menuju Madinah. Atas dasar permusuhan semasa jahiliyah antara dirinya dengan al-Harits, timbul rasa gentar di hati Al-Walid, jangan-jangan al-Harits akan menyerang dirinya. Karena itulah kemudian ia berbalik kembali ke Madinah dan menyampaikan laporan yang tidak benar.

Al-Walid melaporkan kepada Rasulullah saw bahwa Al-Harits tidak mahu menyerahkan zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah saw tidak langsung begitu saja percaya, beliau pun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Al-Harits. Ketika utusan itu bertemu dengan Al-Harits, ia berkata,
“Kami diutus Rasulullah saw untuk bertemu denganmu.”
Al-Harits bertanya, “Ada apa?”
Utusan Rasulullah itupun menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengutus Al-Walid bin Uqbah, untuk mengambil zakat, lalu ia mengatakan bahwa engkau tidak mahu menyerahkan zakat bahkan mahu membunuhnya.”
Al-Harits menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang datang kepadaku.”
Maka ketika mereka sampai kepada Nabi saw., beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menolak untuk membayarkan zakat dan hendak membunuh utusanku?”
“Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.”
Maka turunlah ayat tersebut untuk membenarkan pengakuan al-Harits.
Kefahaman Ayat.

Secara mudah untuk kita faham bahawa ayat ini memerintahkan orang-orang beriman untuk menyelidik, memeriksa dan tidak terburu-buru melontarkan tuduhan jika mereka di bawa khabar atau cerita oleh seseorang yang fasik. Tindakan menyiasat terlebih dahulu sesuatu berita perlu agar kita tidak menjadi orang bodoh atau jahil sebagaimana ditimbulkan di akhir ayat ini supaya menjauhi kejahilan ini kerana kelak pada suatu masa kita akan menyesal dengan perbuatan kita dengan sepenuh sesalan.

Namun, timbul pula persoalan tentang siapa yang dikatakan atau yang mempunyai ciri-ciri fasiq? Fasiq menurut para ulama’ ialah mereka yang melakukan dosa-dosa besar dan sudah tentu orang kafir tergolongan dari kalanagn fasiq kerana secara nyata mereka menyekutukan Allah s.w.t
Begitu juga dengan persoalan penyesalan dalam ayat ini. Apakah begitu besar atau dahsyat penyesalan bagi yang akan dialami akibat daripada menyebarkan berita kurang pasti atau dengan lebih mudah kita faham berita palsu? Ya, dalam hadith yang dinyatakan di atas telah disebut bahawa persepsi negatif dalam diri akan memakan diri dan menampakkan keburukan orang sesama muslim di mata muslim yang lain.

Nah, ini suatu kezaliman atas sahabat atau muslim yang lain!

Pengajaran daripada ayat ini boleh disimpulkan kepada beberapa perkara:

1. Jangan mudah mempercayai berita-berita atau bahasa moden sekarang adalah gosip yang mudah sampai kepada kita terutamanya melibatkan aib seseorang.

2. Berita yang seakan yakin akan kebenarannya perlu diteliti dan mendapat kepastian dari sumber yang sah bukannya disebarkan berita tersebut dengan tujuan mencari simpati, publisiti atau sengaja/tidak sengaja mencari kesalahan orang lain dengan niat yang pelbagai seperti hasad dengki, amarah, tidak puas hati dan seumpamanya.

3. Jika wujud keraguan dalam berita/khabar angin/rumours tentang sesuatu perkara hendaklah dijauhi dan dibuang jauh-jauh kerana ianya akan menjerumus kepada perpecahan dan penyesalan. Contoh mudah adalah apabila kita mensyaki seseorang berzina tetapi tidak ada cukup 4 orang saksi dan orang kita syaki melakukannya pun tidak pernah mengakuinya, mengapa harus kita buruk sangka dan menyebarkan berita yang tidak tentu betul? Sudah tentu akan menimbulkan persengketaan antara muslim dan mewujudkan biah atau suasana yang tidak kondusif dalam masyarakat Islam. Ingat kebenaran tertegak, jika ia betul-betul terjadi.!

4. Segeralah menyesal dan memohon ampun kepada Allah jika tersilap dalam berbicara atau menyebarkan berita yang salah atau fitnah. Juga jangan lupa memohon maaf kepada tuan punya badan kerana perbuatan memfitnah lebih keji daripada membunuh! Pepatah orang tua mengatakan: Terlajak perahu boleh diundur, terlajak kata buruk padahnya. Sesal dulu pendapatan, sesal kemudian tiada gunanya.

Kesimpulannya, Rasulullah menyeru kita supaya kurangkan bercakapa hal orang lain terutamanya melibatkan aib sesama muslim. Gosip atau berita yang datang boleh menjadi fitnah jika tidak mempunyai bukti atau asas yang kukuh. Yang lebih baik, kita menjauhi perbuatan bercakap hal orang. Orang Islam perlu kehadapan dengan melakukan perkara yang berfaedah dan memajukan Islam itu sendiri daripada menyebarkan gosip tidak tentu fasal yang akhirnya merugikan diri dan mencemarkan Islam sebagai cara hidup kita.

Sabda Rasulullah saw;
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ قَالَ قَوْلُ الزُّورِ أَوْ قَالَ شَهَادَةُ الزُّورِ
“Mahukah kalian aku beritahukan tentang dosa besar yang paling besar, lalu beliau menjelaskan, kata-kata dusta atau kesaksian dusta” (HR al-Bukhari dan Muslim)

14 Tanda Orang yang Berakal


Allah Azza wa Jalla berfirman:

فَبَشِّرْ عِبَادِ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ

“...Sebab itu sampaikanlah berita (gembira) itu kepada hamba-hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” [Az-Zumar: 17-18]


 




Seorang guru yang baik akan berupaya keras memaksimalkan potensi akal anak didiknya. Akal pada dasarnya berfungsi untuk mengerem kenginan-keinginan yang tidak benar dan mendorong pada perbuatan-perbuatan yang positif. Akal adalah pembimbing manusia yang paling efektif. Problematika moral dan sosial biasanya karena kelemahan dalam daya berpikir. Orang yang dapat menggunakan akalnya dengan baik, biasanya dapat menguasai dirinya. Seseorang guru dan pendidik akan berhasil membimbing anak didiknya dengan membantu akalnya supaya lebih berfungsi dengan baik.

Dengan akalnya manusia bisa mengambil kesimpulan dan berpikir melampui ruang dan waktu, melesat ke masa yang lebih jauh. Dengan akalnya manusia dapat membaca konsekuensi-konsekkuensi logis dari perbuatan-perbuatannya. Dan menimbang-nimbang untuk memilih alternatif perbuatan lain yang akan memberikan kebaikan bagi dirinya.

Sebaliknya orang yang tidak mau menggunakan akal, maka akan sulit melawan dorongan-dorongan hawa nafsunya. Bahkan orang seperti ini akan diperbudak keinginan-keinginan tersebut. Berikut beberapa hadits sifat orang yang berakal, semoga dengan cermin ini kita bisa berkaca, apakah diri kita termasuk orang-orang yang berakal? atau sebaliknya kita telah kehilangan akal dengan diperalat hawa nafsu, diantaranya;


1. Salah seorang sahabat bertanya kepada imam Ja’far Shadiq as, “Akal itu apa?” Beliau menjawab, “Akal itu yang membuat seseorang menyembah Tuhannya dan yang membuat seseorang mendapatkan surga”. Ia bertanya lagi, “kalau begitu apa yang dimiliki oleh Muawiyah?” Beliau menjawab, “yang dimiliki Muawiyah adalah kelicikan, tipuan dan perdaya setan bukan akal, yang mirip dengan akal tapi bukan akal”.

2. Imam Ja’far Shadiq as berkata, “yang berakal itu memiliki agama dan yang memiliki agama itu masuk surga”.

3. Imam Musa bin Ja’far as mengatakan kepada Hisyam, “Sabar dalam kesendirian itu pertanda orang yang berakal. Manusia yang mengenal Allah dengan benar akan menjauhi ahli dunia dan para pecintanya dan Tuhan akan menyertainya ketika sendirian dan akan membantunya ketika dalam keadaan fakir serta membuatnya mulia walaupun tanpa bantuan keluarganya sendiri”.

4. Imam Musa as juga berkata, “Hai Hisyam, orang yang berakal itu rela mendapatkan sedikit dunia tapi mengandung hikmah dan tidak mau mendapatkan dunia dengan sedikit hikmah. Lantaran hal tersebut mereka beruntung. Hai Hisyam, manusia yang berakal itu meninggalkan dunia apalagi dosa-dosa. Karena meninggalkan dunia itu keutamaan sementara meninggalkan dosa itu wajib. Hai Hisyam, orang yang berakal itu mengetahui bahwa untuk mendapatkan dunia dengan susah payah demikian juga untuk akhirat. Akhirnya ia akan memilih akhirat karena itu lebih kekal.

5. Imam Musa as juga berkata, “Hai Hisyam, Amirul Mukminin as mengatakan, “Tanda orang yang berakal itu ada tiga; menjawab jida ada yang bertanya, berbicara jika kaumnya tidak bisa berbicara, serta memberikan suaranya untuk kepentingan kaumnya. Orang yang tidak memiliki sifat-sifat seperti ini adalah orang pandir”.

6. Imam Ja’far Shadiq as, “Manusia yang akalnya paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya”.

7. Imam Ali as berkata, “Manusia yang merasa kagum atas dirinya artinya ia memiliki akal yang lemah”.

8. Imam Ali as juga berkata, “Orang berakal dapat mengendalikan dirinya kalah marah, kala berharap dan takut”.

9. Imam Ali as juga berkata, “Jka akalnya sempurna maka akan jarag berbicara”.

10. Imam Ali as juga berkata, “Lisan orang yang berakal ada di belakang hatinya, hati si bodoh ada di belakang akalnya”.

11. Imam Ja’far Shadiq as berkata, “Manusia berakal itu condong pada kebenaran, berbicara dengan jujur, sangat menentang kebatilan, meninggalkan dunia dan menggenggam agam. Tanda orang berakal itu ada dua: benar berbicara dan benar dalam berbuat”.

12. Imam Ali as mengatakan, “Manusia yang beakal itu selalu memiliki esok hari, berusaha membebaskan dirinya dan beramal untuk sesuatu yang sudah pasti (kematian)”.

13. Imam Ali as juga mengatakan, “Akal itu melestarikan pengalaman”.

14. Imam Ali as  juga mengatakan, “Manusia yang berakal itu perbuatannya dan perkataannya saling membenarkan”.

Dari sejumlah hadits-hadits di atas, kita bisa simpulkan 12 sifat untuk manusia yang berakal, sebagai berikut;

1. Dengan akalnya ia bisa mengenal Tuhan.

2. Mengakui agama yang hak (benar).

3. Mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Dan hanya mementingkan kerelaan Allah SWT.

4. Lebih mengutamakan hikmah dan ilmu dari pada dunia.

5. Ia tidak terkait dengan dunia dan mengabaikan semua kesenangan dunia.

6. Menyadari bahwa dunia dan akhirat itu sama-sama memerlukan kerja keras dan lebih memilih akhirat karena abadi.

7. Mampu mengendalikan diri, amarah, syahwat dan rasa takut.

8. Menerima kebenaran dan tidak suka dengan kebatilan.

9. Selalu jujur dan tidak pernah berdusta.

10. Bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak mau melakukan pengkhianatan.

11. Tidak pernah melupakan kematian dan hari akhirat.

12. Berusaha menghiasi diri dengan akhak yang utama.

13. Berpikir dahulu sebelum berbicara dan kalau tidak perlu tidak akan berbicara.

14. Menghindari perkataan yang tidak perlu dan berbicara seperlunya.

Empat belas sifat ini hanyalah sebagian sifat-sifat manusia yang berakal yang disebutkan di dalam hadits-hadits. Namun keempat belas sifat ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang orang yang berakal itu. Semakin sempurna sifat-sifat tersebut maka akan semakin sempurna pulalah akal manusia tersebut.

Pada dasarnya semua manusia memiliki akal tapi mereka tidak memaksimalkan potensinya tersebut. Kalau seseorang mampu memaksimalkan akalnya, ia akan mampu memaham realitas dengan baik. ia akan mampu memilih cara dan jalan yang terbaik yang akan menghantarkannya ke gerbang kebahagiaan. Aktifitas akal adalah melakukan tafakur. Dengan kekuatan tafakur manusia dapat memahami keterciptaan alam dan Sang Pencipta. Berkat kekuatan akal pula manusia dapat memahami nilai-nilai moral dan menyusuri jalan-jalan untuk menyempurnakan dirinya dan membersihkan diri dari noda-noda akhlak yang kotor.

Jadi kalau ada orang yang menyakini Allah, hari kiamat, dan para nabi, kitab, melaksanakan perintah-perintah syariat. Memiliki akhlak yang baik dan menghindari perbuatan-perbuatan yang buruk, maka kita bisa memahami bahwa manusia seperti itu telah memanfaatkan potensi akal yang ada di dalam dirinya dengan baik.

Sebaliknya seseorang dianggap tidak bisa memaksimalkan potensi akalnya dengan baik, kalau ia meremehkan Tuhan, tidak percaya kepada hari kiamat serta hanya melulu mengurus urusan-urusan duniawi semata-mata, ia juga tidak mengembangkan sifat-sifat yang baik, maka bisa dimaklumi bahwa ia bukan termasuk orang yang berusaha memaksimalkan akalnya dengan baik.

Ancaman bagi orang yang Memusuhi wali Allah

Allah Swt. menyatakan perang bagi siapa yang memusuhi wali-Nya

أَظْهَرَ اللهُ تَعَالَى بِالْحَرْبِ لِمَنْ عَادَى لَهُ وَلِيًّا
Allah Swt. menyatakan perang bagi siapa yang memusuhi wali-Nya
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ
Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anh, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam “Sesungguhnya Allah ta’ala telah berfirman: ‘Barang siapa memusuhi wali-Ku, maka sesungguhnya Aku menyatakan perang terhadapnya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (perbuatan) yang Aku sukai seperti bila ia melakukan yang fardhu yang Aku perintahkan kepadanya. Hamba-Ku senantiasa (bertaqorrub) mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, sebagai tangannya yang ia gunakan untuk memegang, sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon perlindungan, pasti akan Aku berikan kepadanya." [HR. Bukhari]

Sebaik baik bekal adalah taqwa

Wali Allah

 أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ ﴾ [يونس: 62، 63]

Ancaman Allah untuk munafiq











Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka”. (QS. An-Nisa : 145

Sabtu, 20 Juni 2015

Sifat orang munafiq selain tiga


2:11

2:12
   Dan apabila dikatakan kepada mereka : ”Janganlah berbuat kerusakan di bumi!” Mereka menjawab, ”Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.


وَ مِنَ النَّاسِ مَن يَقُوْلُ آمَنَّا بِاللهِ وَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَ مَا هُم بِمُؤْمِنِيْنَ
(8) Dan sebagian dari manusia ada yang berkata : "Kami percaya kepada Allah dan Hari Kemudian", padahal tidaklah mereka itu orang­ orang yang beriman.


يُخَادِعُوْنَ اللهَ وَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَ مَا يَخْدَعُوْنَ إِلاَّ أَنفُسَهُم وَ مَا يَشْعُرُوْنَ
(9) Hendak mereka coba mem­perdayakan Allah dan orang­orang yang beriman, padahal tidaklah yang mereka perdaya­kan, kecuali diri mereka sendiri dan tidaklah mereka rasakan.


فِيْ قُلُوْبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا وَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ بِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ
(10) Di dalam hati mereka ada penyakit, maka menambah­lah Allah akan penyakit (lain). Dan untuk mereka adalah azab yang pedih dari sebab mereka telah berdusta.

 Ayat 67-68: Di antara akhlak kaum munafik dan kejahatan mereka, dan ancaman azab untuk mereka

الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (٦٧) وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ (٦٨


Terjemah Surat At Taubah Ayat 67-68

67.[10] Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar[11] dan mencegah perbuatan yang ma'ruf[12] dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir)[13]. Mereka telah melupakan Allah[14], maka Allah melupakan mereka (pula)[15]. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.

Orang2 mukmin

QS 8. Al Anfaal:2-4

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ءَايَـٰتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَـٰناً وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنَـٰهُمْ يُنفِقُونَ
أُوْلـٰئِكَ هُمُ ٱلْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُمْ دَرَجَـٰتٌ عِندَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman[orang yang sempurna imannya] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[menyebut sifat-sifat yang mengagungkan dan memuliakanNya] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. "

"(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. "

"Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia. "

Jumat, 19 Juni 2015

SIFAT-SIFAT ORANG MUNAFIK DALAM AL QUR’AN


Munafik menurut istilah adalah menampakkan keislaman dan kebaikan, tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan.
Hendaklah kita waspada dari sifat-sifat munafik, jangan sampai sifat-sifat ini menghinggapi diri kita dan hendaklah kita selalu waspada dari tipu daya orang-orang munafik karena mereka hidup bersama kaum muslimin akan tetapi mereka membenci bahkan memusuhi Islam dan umat Islam.
Walau mereka  menyembunyikan karakter mereka namun al-Qur’an  telah menginformasikan kepada kita mengenai sifat-sifat  mereka sehingga kita akan dapat mengetahuinya, karena semua tanda dan sifat munafik itu tidak akan berubah dan sama setiap zaman dan tempat.
Berikut adalah sifat-sifat yang melekat  pada orang-orang munafik dimanapun yang di sebutkan dalam al-Qur’an, yaitu:

1.     Munafik Itu Penyakit Hati
فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٌ فَزَادَهُمُ اللّهُ مَرَضاً وَلَهُم عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
“Dalam hati mereka ada penyakit , lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta”.  (Al Baqarah 10).
Munafik adalah merupakan salah satu penyakit yang merusak hati ummat manusia. Ia dapat mengurangi kecerdasan manusia sehingga terhalang dari kebenaran, bahkan melihat kebenaran itu sebagai kesalahan, sehingga timbullah rasa bencinya terhadap kebenaran yang pastinya bermanfaat. Dan malah menyenangi kebatilan  yang merusak. Penyakit hati yang seperti ini  selalu mengganggu manusia dan sekurang-kurangnya mempengaruhi nafsu syahwatnya.

2.     Berbuat Kerusakan Di Muka Bumi
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ قَالُواْ إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi ". Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (QS. Al Baqarah 11)

أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَـكِن لاَّ يَشْعُرُونَ





Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar”. (QS. Al Baqarah 12)

Mereka sebenarnya berbuat kerusakan, namun tidak menyadarinya, bahkan mereka menyangka mereka telah berbuat kebaikan.

3.     Menuduh Bodoh Orang  Beriman
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ آمِنُواْ كَمَا آمَنَ النَّاسُ قَالُواْ أَنُؤْمِنُ كَمَا آمَنَ السُّفَهَاء أَلا إِنَّهُمْ هُمُ السُّفَهَاء وَلَـكِن لاَّ يَعْلَمُونَ
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman." Mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu”.  (QS. Al Baqarah 13)
Mereka memang bodoh, karena hanya bersandar kepada ilmu pengetahuan yang picik dan ngotot atas pendirian yang lemah. Namun mereka tidak menyadari kalau diri mereka dalam kesesatan dan kebodohan.
4.     Keras Kepala Dan Merasa Mulia Berbuat Dosa

وَمِنَ النَّاسِ مَن يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ
وَإِذَا َوَلَّى سَعَى فِي الأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيِهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ الفَسَادَ
 وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ
Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan . Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya”. (QS. Al Baqarah 204 – 206)

Hal seperti ini di zaman sekarang begitu mudah kita saksikan dengan kasat mata. Betapa orang begitu mudah menghujat syariat, melecehkan agama dengan  mengatasnamakan   pengetahuan dan mereka begitu percaya diri dan bangga di atas kebatilannya, yang di sangka sebagai kecerdasan.

5.     Membantu Orang Kafir  Dan Memata-matai Orang Beriman
بَشِّرِ الْمُنَافِقِينَ بِأَنَّ لَهُمْ عَذَاباً أَلِيماً
الَّذِينَ يَتَّخِذُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاء مِن دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَيَبْتَغُونَ عِندَهُمُ الْعِزَّةَ فَإِنَّ العِزَّةَ لِلّهِ جَمِيعاً
الَّذِينَ يَتَرَبَّصُونَ بِكُمْ فَإِن كَانَ لَكُمْ فَتْحٌ مِّنَ اللّهِ قَالُواْ أَلَمْ نَكُن مَّعَكُمْ وَإِن كَانَ لِلْكَافِرِينَ نَصِيبٌ قَالُواْ أَلَمْ نَسْتَحْوِذْ عَلَيْكُمْ وَنَمْنَعْكُم مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ فَاللّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَن يَجْعَلَ اللّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلاً







Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.,  (yaitu) orang-orang yang menunggu-nunggu (peristiwa) yang akan terjadi pada dirimu (hai orang-orang mu'min). Maka jika terjadi bagimu kemenangan dari Allah mereka berkata : "Bukankah kami (turut berperang) beserta kamu ?" Dan jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka berkata : "Bukankah kami turut memenangkanmu , dan membela kamu dari orang-orang mu'min ?" Maka Allah akan memberi keputusan di antara kamu di hari kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman”. (QS. An Nisaa’ 138 – 139 – 141)
Saat ini kaum muslimin di seluruh dunia sedang menghadapi suatu serangan hebat dari musuhnya yang di komandani oleh Amerika Serikat, yaitu sebuah perang opini dan perang nyata di lapangan pertempuran di beberapa tempat. Isu terorisme dijadikan suatu pembenaran untuk melakukan apasaja yang dapat menghancurkan dan memusnahkan umat Islam dan segala ajarannya. Dan faktanya orang-orang kafir ini sangat di bantu oleh orang-orang munafik, mereka mensuplai informasi dan data, membantu penyebaran propaganda dan lain-lainnya. Mereka mengambil keuntungan tersendiri dari keadaan umat yang tidak menguntungkan saat ini. Dan bahkan mereka mulai memperlihatkan taringnya ketika umat Islam terpojok.

6.     Menipu, Riya Dan Malas Dalan Melaksanakan Ajaran Agama
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللّهَ إِلاَّ قَلِيلاً
مُّذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذَلِكَ لاَ إِلَى هَـؤُلاء وَلاَ إِلَى هَـؤُلاء وَمَن يُضْلِلِ اللّهُ فَلَن
 تَجِدَ لَهُ سَبِيلاً
Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali .
Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir) , maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya”. (QS. An Nisaa’ 142 – 143)
Inilah karakter asli mereka, menipu Allah dan orang-orang yang beriman. Rusaknya itikad dan keyakinan membuat mereka begitu berat dan malas untuk melaksanakan ibadah. Kalaupun mengerjakan terkandung di dalam hatinya tidak menyenanginya, hanya karena riya atau mengelabui orang lain.  
7.     Berhukum Kepada Setan
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُواْ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُواْ إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُواْ أَن يَكْفُرُواْ بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُضِلَّهُمْ ضَلاَلاً بَعِيداً
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْاْ إِلَى مَا أَنزَلَ اللّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ
 يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُوداً
فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَآؤُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلاَّ إِحْسَاناً وَتَوْفِيقاً
أُولَـئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُل لَّهُمْ فِي أَنفُسِهِمْ قَوْلاً بَلِيغاً
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut , padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka : "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah : "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna". Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”. (QS. An Nisaa’ 60 – 63)

8.     Membikin Kekacauan Dibarisan Kaum Muslimin
لَوْ خَرَجُواْ فِيكُم مَّا زَادُوكُمْ إِلاَّ خَبَالاً ولأَوْضَعُواْ خِلاَلَكُمْ يَبْغُونَكُمُ الْفِتْنَةَ وَفِيكُمْ سَمَّاعُونَ لَهُمْ وَاللّهُ عَلِيمٌ بِالظَّالِمِينَ
Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim”.  (QS. At Taubah 47)
Sejarah telah mencatat tindakan mereka untuk menggembosi pasukan kaum muslimin  sewaktu  perang Uhud dengan melakukan desersi di tengah perjalanan, agar terjadi kekacauan yang akan melemahkan mental juang kaum muslimin dan benarlah tindakan mereka hampir menciptakan konflik internal.

9.     Mendustakan, Menakut-nakuti Dan Membenci Kaum Muslimin
وَيَحْلِفُونَ بِاللّهِ إِنَّهُمْ لَمِنكُمْ وَمَا هُم مِّنكُمْ وَلَـكِنَّهُمْ قَوْمٌ يَفْرَقُونَ
لَوْ يَجِدُونَ مَلْجَأً أَوْ مَغَارَاتٍ أَوْ مُدَّخَلاً لَّوَلَّوْاْ إِلَيْهِ وَهُمْ يَجْمَحُونَ
Dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa sesungguhnya mereka termasuk golonganmu; padahal mereka bukanlah dari golonganmu, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat takut (kepadamu). Jikalau mereka memperoleh tempat perlindunganmu atau gua-gua atau lobang-lobang (dalam tanah) niscaya mereka pergi kepadanya dengan secepat-cepatnya”. (QS. At Taubah 56 – 57)
Diantara sifat-sifat orang munafik adalah berdusta dan bersumpah palsu, seperti sabda Rosul, “Tanda orang munafik ada tiga perkara; apabila berbicara berdusta, apabila berjanji menyalahi, apabila diberi amanat berkhianat”. (A Hadits).
Mereka adalah suatu golongan yang suka menaku-nakuti dan memusuhi kaum muslimin. Dan yang mendorong berdusta karena mereka takut tersingkap kekafiran yang terpendam di dalam hati mereka, sehingga mendapat  balasan yang setimpal dari kaum muslimin.

10.                        Mencela Orang Yang Berlaku Benar Dan Marah Bila Tak tercapai Keinginannya
وَمِنْهُم مَّن يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُواْ مِنْهَا رَضُواْ وَإِن لَّمْ يُعْطَوْاْ
 مِنهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ
Dan di antara mereka ada orang yang mencelamu tentang (distribusi) zakat; jika mereka diberi sebahagian dari padanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebahagian dari padanya, dengan serta merta mereka menjadi marah”. (QS. At Taubah 58)
Sifat ini sangat mengemuka bahkan Rosulullah saw pun dituduh dan dicaci oleh mereka berlaku tidak adil dalam pembagian zakat. Begitulah sikap orang munafik sepanjang masa, mereka senang apabila di berikan keinginan mereka, dan akan marah apabila tidak diberikan apa yang mereka kehendaki.


11.                        Menyuruh Yang Mungkar Dan Melarang Orang Berbuat Baik
الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُم مِّن بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُواْ اللّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya . Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik”. (QS. At Taubah 67)
Karena jiwa mereka dalam keadaan sakit,  yang tak ingin melihat yang baik dan perbuatan baik. Mereka lebih  menyenangi yang munkar dan menyebarkan kejahatan serta kemunkaran. Mereka juga melarang orang yang berbuat baik dengan berbagai cara dan sarana.

12.                        Khianat Dan Tidak Menepati Janji
وَمِنْهُم مَّنْ عَاهَدَ اللّهَ لَئِنْ آتَانَا مِن فَضْلِهِ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُونَنَّ مِنَ الصَّالِحِينَ
فَلَمَّا آتَاهُم مِّن فَضْلِهِ بَخِلُواْ بِهِ وَتَوَلَّواْ وَّهُم مُّعْرِضُونَ
فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقاً فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُواْ اللّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا
 كَانُواْ يَكْذِبُونَ
Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah kami termasuk orang-orang yang saleh. Maka setelah Allah memberikan kepada mereka sebahagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).  Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan juga karena mereka selalu berdusta”. (QS. At Taubah 75 – 77)

13.                        Menghina Orang Yang Beriman
الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَ يَجِدُونَ
 إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللّهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih”. (QS. At Taubah 79)

Mereka menghina orang yang memakai hijab yang sesuai dengan syariat, mencaci laki-laki yang berjenggot, mencela orang beriman yang bersedekah dengan mengatakan itu perbuatan riya, dan lain-lain. Merka begitu sombong, mengejek dan mentertawakan orang yang beriman.

14.                        Mengajak Meninggalkan Jihad
فَرِحَ الْمُخَلَّفُونَ بِمَقْعَدِهِمْ خِلاَفَ رَسُولِ اللّهِ وَكَرِهُواْ أَن يُجَاهِدُواْ بِأَمْو
َالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَقَالُواْ لاَ تَنفِرُواْ فِي الْحَرِّ قُلْ نَارُ جَهَنَّمَ أَشَدُّ
 حَرّاً لَّوْ كَانُوا يَفْقَهُونَ
Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut perang) itu, merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah dan mereka berkata: "Janganlah kamu berangkat (pergi berperang) dalam panas terik ini". Katakanlah: "Api neraka jahannam itu lebih sangat panas(nya)" jika mereka mengetahui”. (QS. At Taubah 81)
Dari sifat orang yang munafik  mereka tidak tahu dan tidak mengerti bahwa nereka telah keluar dari keimanannya kepada Allah karena meninggalkan jihad. Dengan dalih karena hari panas, mereka mengajak orang lain agar meninggalkan jihad.  Realitas kekinian banyak sekali umat Islam yang begitu apriori mendengar kata jihad, kaum munafik telah bersekongkol dengan orang-orang kafir agar umat Islam meninggalkan jihad.

15.                        Memudaratkan Orang Yang Beriman
وَالَّذِينَ اتَّخَذُواْ مَسْجِداً ضِرَاراً وَكُفْراً وَتَفْرِيقاً بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَاداً
 لِّمَنْ حَارَبَ اللّهَ وَرَسُولَهُ مِن قَبْلُ وَلَيَحْلِفَنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلاَّ الْحُسْنَى وَاللّهُ
 يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
لاَ تَقُمْ فِيهِ أَبَداً لَّمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَن تَقُومَ فِيهِ
 فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَن يَتَطَهَّرُواْ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِينَ
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang-orang mu'min), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mu'min serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu . Mereka Sesungguhnya bersumpah: "Kami tidak menghendaki selain kebaikan." Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).  Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh-nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih”. (QS. At Taubah 107 – 108)

Seperti yang terjadi di zaman Rosululloh, Dimana para munafikin sengaja membangun masjid dhirar  untuk menyaingi masjid kuba. Yang tujuannya adalah untuk merusak kaum muslimin, untuk menanamkan permusuhan kepada Allah dan Rosulnya. Kendatipun mereka telah bersumpah namun sumpah itu sumpah palsu.

Demikianlah pemaparan Al Qur’an yang begitu jelas dan detail memberi petunjuk kepada kita untuk mengenali sekaligus mewaspadai  mereka. Karena sungguh mereka banyak tersebar di berbagai sendi kehidupan kaum muslimin, disadari maupun tidak disadari. Namun kita sebagai da’i harus mampu bersikap dengan tepat, sesuai apa yang di contohkan oleh Rosululloh saw sebagai teladan tertinggi dalam menyikapi orang-orang munafik ini. Karena selain mereka merupakan obyek dakwah kita, senyatanya mereka juga adalah   musuh yang berbahaya sekaligus.
Akhir kata hanya kepada Allah sajalah kita mohon kekuatan dan perlindungan dari tipu daya dan bahaya nifak dan orang-orang munafik.
Disarikan dari buku Ushul Dakwah